Posted by : Vicky's Blog Minggu, April 13, 2014

Tidak banyak merk-merk fashion di Indonesia yang kita ketahui. Tapi, ini sedikit informasi tentang merk-merk fashion Indonesia asli yang telah terkenal.

1. Lea


Banyak yang menyangka bahwa Lea Jeans adalah produk luar negri. Namun faktanya produk dengan nama dan berbau kebarat-baratan yang digandrungi anak muda ini, adalah asli buatan Indonesia. Awalnya Produk Lea di perkenalkan di Singapura pada tahun 1973 untuk mendongkrak citranya. Saat itu Lea Jeans di kampanyekan sebagai produk Amerika Serikat. Alasannya, agar menjadi pilihan orang-orang indonesia yang berbelanja di Singapura, yang saat itu masih terlalu “aboard minded”. Baru pada tahun 1978 produk ini dipasarkan di indonesia hingga sekarang.

Lika-Liku Perjalanan Lea Jeans
Secara Akte Perusahaan Lea Jeans dari 1976. Sebelumnya Lea Jeans sudah produksi sejak 1972, tetapi belum didaftarkan. Menurut keterangan Leo Sandjaja, Direktur PT Lea Sanent, bahwa nama Lea diambil dari nama kakaknya. Awalnya perusahaan membuat t-shirt, garmen biasa dan baru mem-produksi jeans dimulai di Singapura, serta mendalami Brand Denim dengan partner di Singapura, dan dikembangkan tahun 1978 atau 1979. Waktu itu belum banyak brand Denim, tetapi orang suka produk Amerika. Kemudian dikembangkan dengan teknik pembuatan Denim.

Lea Jeans Bertahan dan Bersaing dengan Produk Asing
Kunci sukses Lea Jeans yang bertahan dan tetap mampu bersaing dengan produk asing/lokal yang sejenis hingga kini, karena serius menjaga kualitas serta harga yang rasional “good product and rational pricing” sebagai kuncinya. Untuk menjaga kualitas produk, Lea Jeans selektif mengontrol penggunaan bahan yang di gunakan, dibarengi harga rasional menjadikan Lea Jeans salah satu produk Indonesia yang mampu bersaing di level mancanegara dengan di dukung Pabrik dan Laundry sendiri sehingga mampu menekan pengeluaran berlebih.


2. Airplane System

 http://1.bp.blogspot.com/-KpB6LRlT--g/TyvkNkL2kFI/AAAAAAAAAU4/izltUUuxAUw/s1600/Airplane+Systm_Logo.jpg


Distro yang mulai muncul pada tahun 90-an tetap eksis hingga kini. Salah satunya distro Airplane, di Jalan Aceh No 44, Bandung.

Dimotori oleh tiga sahabat yang senang berkreasi sendiri membuat T’shirt dan celana, Fiki Chikara Satari, Helvi, dan Colay, akhirnya mengusung merek Airplane. Dengan modal awal Rp 300 ribu, mereka pasarkan kaos buatan sendiri itu di lingkungan terbatas.

Melihat animo yang bagus, akhirnya pada 2001 atau tiga tahun setelah usahanya dirintis, Fiki dan dua sahabatnya menyewa sebuah tempat di Jalan Aceh 44. “Sewa awalnya dulu hanya Rp 6 juta per tahun, sekarang sudah Rp 60 juta per tahun,” ungkapnya.

Menurut Fiki, bertahan selama 10 tahun memang bukan hal yang mudah di tengah-tengah persaingan antara factory outlet dan mall-mall di Bandung. “Distro sendiri jumlahnya sudah mencapai 300-an. Biar merek kami tetap bisa eksis, kami harus melakukan inovasi terus,” ujarnya. Kini Airplane telah memasok ke 94 distro yang ada di Indonesia.

Sejak 2007, kata dia, Airplane memakai konsep season. Setiap empat bulan satu kali, dibuat tema khusus. “Untuk season awal tahun ini adalah ’seduce you good’. Kami ingin menjadikan awal tahun ini sangat menggoda, tentunya dalam konotasi yang baik,” tuturnya.

Tetap dengan mengusung model yang simpel, T’shirt, celana denim, hingga jaket semua dibuat sedikit ‘menggoda’. Menurut Direktur Kreatif Airplane Gino Herriansyah, warna yang mendominasi pada season kali ini adalah biru, merah, dan kuning. “Dengan adanya tema, memudahkan kami pada saat promosi,” cetus Gino.

Fiki menambahkan salah satu cara agar Airplane tetap eksis adalah menjadi sponsor band-band lokal, seperti the Sigit.”Kami menjadi sponsor bagi The Sigit yang akan konser di Texas pada Maret 2008 nanti,” ujar Fiki.

Kini jumlah karyawan Airplane sudah mencapai 54 orang. Dengan keseriusan dan inovasi yang terus diasah, Fiki optimistis usahanya akan tetap bertahan di tengah persaingan usaha yang sudah tidak ramah lagi.



3. CROOZ

   

Brand yang udah menapaki kakinya di blantika industri kreatif Indonesia sejak tahun 2003 silam ini sudah tidak diragukan lagi keberadaannya sebagai barometer clothingan di Indonesia, mengingat sudah luasnya marketing dan supporting mereka terhadap band dalam maupun luar negeri sebut saja kalau di Indonesia ada Thirteen, PWG dan Sweet As Revenge bahkan rumor mengatakan Sang Legendaris ALM. Mitch Lucker (Suicide Silence) juga memakai produk asal Jakarta ini, wow.

Selain Berjaya di negeri sendiri , brand yang dimotori oleh Max Crooz asal Jakarta ini juga telah menginjakan kakinya di negeri-negeri tetangga seperti Singapore, Malaysia, Philiphines, Thailand bahkan Jepang. 


4. UNKL 347


Berawal dari kecintaan pada surfing, skateboard, dan desain sekelompok desainer dan artis, membuat label clothing dengan nama 347boardrider.co di tahun 1996. Kecintaan tersebut tentulah menjadi refleksi dalam setiap desain.
Seperti halnya sejarah clothing yang kuat karena komunitas, sekelompok orang ini pun menjual produknya berdasarkan pesanan-pesanan di katalog yang mereka buat.

Hingga akhirnya di tahun 1999, mereka bisa mendirikan outlet sendiri. Masa inilah bisa dikatakan sebagai pionir keberadaan label clothing, tak hanya di Bandung tapi Indonesia. Namun di tahun ini 347boarrider.co pun diubah hanya dengan nama 347.

Sebagai kumpulan anak-anak muda. 347 tak hanya berkutat di seputar bisnis tapi menjadi media bagi anak muda Bandung untuk menumpahkan gagasan dalam bentuk Ripple Magazine. Di mana di dalamnya tertuang hal-hal tentang anak muda Bandung yang tak terbaca oleh media lainnya.

Di sana, mereka mencatat sudut-sudut pandang lain tentang dunia mereka. Di tahun yang sama mereka memproduksi sepatu dengan label 'Indicator Shoes' yang desainnya terinsipirasi skateboarding dan musik rock. Pada tahun 2001, 347 membuka label Boyriders khusus untuk perempuan tapi hanya bisa bertahan satu tahun.

Menurut Yogi, 347 mulai melakukan ekspansi ke luar Bandung sekitar tahun 2000-an yaitu ke Jakarta. Saat ini produk-produk 347 sudah menyebar ke berbagai pelosok tanah air. 


5. Peter Say Denim
 
  

Peter Says Denim merupakan brand asal kota Bandung yang berdiri sejak bulan November 2008 dan pemiliknya adalah Peter Firmansyah. Pria asal Sumedang ini sejak SMA memang gemar untuk mengubek-ubek pakaian di pedangang kaki lima, tapi sekarang pria ini sudah berhasil membuat brand sendiri, dan terkenal di Luar Negeri.

Tak butuh waktu relatif lama. Semua itu mampu dicapai Peter hanya dalam waktu 1,5 tahun sejak ia membuka usahanya pada November 2008. Kini, jins, kaus, dan topi yang menggunakan merek Petersaysdenim, bahkan, dikenakan para personel kelompok musik di luar negeri.

Hasrat Peter terhadap busana bermutu tumbuh saat ia masih SMA. Peter yang selesai SMA lalu dia menjadi pegawai toko pada tahun 2003 di surfing industry yang membuat produk seperti Rip Curl, Volcom, Globe, hingga Rusty. Untuk mempromosikan brand produknya, Peter Firmasnyah memanfaatkan internet dengan cara memanfaatkan fungsi jejaring sosial di internet, seperti Facebook, Twitter, dan surat elektronik untuk promosi dan berkomunikasi dengan pengguna Petersaysdenim. Strategi lain yang bisa dilakukan Peter adalah dengan meng- endorse band-band lokal maupun internasional.

Kepandaian bergaul dan sedikit kemampuan marketing membuat brand PSD pun semakin berkibar.Ini merupakan salah satu kebanggan bagi masyarakat Indonesia, untuk bangga terhadap produk lokal, serta menjadi pembelajaran bagi para generasi muda Indonesia.


6. Ouval RSCH

    Ouval Research didirikan oleh tiga anak muda yaitu M. Rizki Yanuar,Firman Firdaus, dan Arif Maskom pada tahun 1997. Ketiganya adalah pemain skateboard. Berawal dari keinginan mereka untuk memenuhi kebutuhan komunitas skateboard. Maka lahirlah ide-ide kreatif dan inovatif hasil pemikiran idealis dari ketiga anak muda itu.

Ouval Research sendiri merupakan akronim dari” Originality for Understanding Viction and Artificial Language”. Yang memiliki filosofi semangat, spontanitas, kebersamaan, dan semua hal tentang percaya diri sendiri, serta menikmati hidup, disitu terlihat adanya sedikit “pemberontakan” gaya remaja dan anak muda.

Kisah sukses ini diawali dengan hasil patungan yang menghasilkan modal sebesar Rp. 200 ribu. Dari modal kecil itu mengalirlah kaos dan sweater karya-karya kreatif dari Ouval, yang dimulai dengan melayani usaha sesuai dengan pesanan dari konsumen juga dengan sistem konsinyasi.

Hingga pada tahun 2000 Ouval Research membuka toko sendiri di Jalan Buah Batu, Bandung dengan modal Rp. 20 juta untuk sewa tempat, disain ruangan dan persediaan barang. Dari sinilah mereka mengawali sukses sebagai pebisnis clothing dengan design kaos dan design sweater yang sukses. Disusul pada tahun 2003 Ouval mengembangkan usahanya dengan membuka toko lagi di di Jalan Sultan Agung, kawasan elit di Bandung, dengan modal Rp. 60 juta. Toko ini yang menjadi perpanjangan distribusi produk kaos dan sweater melalui berbagai distro diluar Bandung

Produk-produk kaos dan sweater Ouval Research telah menyebar lebih dari 100 distro di seluruh Indonesia. Apa yang membuat Ouval Research begitu sukses melakukan penetrasi pasar? Inilah rahasia sukses mereka “Kami Limited Edition” konsumen diberikan pelayanan yang special dengan desain produk yang terbatas tidak banyak ditemukan secara mudah. Ouval Research hanya mengeluarkan 30 design kaos atau sweater setiap bulannya dan tiap kaos dan sweater-nya hanya diproduksi sebanyak 50 sampai 100 buah saja. 


 7. Woles
 

Di umur yang masih cukup muda, yaitu di usianya yang ke-18, Agit harus menerima kenyataan pahit. Saat itu, sang ibu telah meninggalkannya untuk selamanya. 40 hari kemudian, sang Ayah menyusul ke pangkuan sang khalik. Ia beserta beberapa kakaknya, berjuang untuk meneruskan hidup tanpa orang tua. Setelah lulus SMA, Agit pun tidak melanjutkan kuliah karena tidak ada biaya, ia lalu bekerja di salah satu distro di kawasan Kebayoran Baru sebagai shop keeper.

Karena kemauan kerja dan belajarnya yang kuat, beberapa bulan kemudian ia diangkat menjadi store manager yang merangkap sebagai marketing promo dan beberapa bidang lainnya. Hingga beberapa tahun berjalan, ia pun menjadi orang yang berpengaruh dalam perkembangan distro tersebut.

Di kala bekerja, ia mempunyai keinginan untuk memiliki merk clothing line sendiri. Namun karena keterbatasan modal, dengan uang yang ada ia memiliki ide untuk membuat stiker. Merk pertama yang ia punya adalah “Yeah Right”, sekitar dua tahun yang lalu. Produk pertamanya juga masih sebatas stiker, ia belum memproduksi pakaian apapun. Setelah itu barulah ia mencoba untuk mendesign sendiri kaos ciptaannya dengan menyelipkan sebuah stiker dengan gambar baby octo, sebuah gambar gurita lucu berwarna ungu.

Ternyata Yeah Right mendapat banyak apresiasi dari banyak pihak. Desainnya yang lucu ternyata sangat disukai hingga saat ini. Merk ini banyak dipakai oleh para musisi dan public figure lainnya. Setahun kemudian ia membuat merk selanjutnya bernama WOLES.

Latar belakang terciptanya WOLES pun cukup menarik. Itu bermula pada saat ia memperhatikan tweet orang-orang yang ia follow di jejaring media sosial, Twitter. Setiap status teman yang mengeluh tentang macetnya Jakarta atau status lain yang menyuarakan keresahan, Agit selalu merespon dengan kata “woles” yang berarti santai. Hal tersebut berlangsung hingga beberapa waktu.

Selanjutnya, pria bernama lengkap Agtya Priyadi ini pun memiliki ide untuk membuat sebuah gimmick baru mengenai hal-hal yang berhubungan dengan woles. Ia lalu membuat stiker sederhana bertuliskan “woles” yang ditempelkan di cover handphone teman-temannya. Ternyata respon yang diterima jauh melebihi ekspektasinya. Banyak orang yang menyukainya bahkan pemesanannya lebih luar biasa daripada Yeah Right sendiri.


8. Kick Denim

  
   Dimulai pada pertengahan tahun 2010 ide tentang KICK DENIM muncul, berangkat dari sebuah keinginan akan kesempurnaan dalam berfashion khususnya denim.

Dengan mengusung slogan atau tag line PIMP YOUR PANTS, KICK DENIM berusaha memberikan nuansa baru dalam dunia clothing Bandung dan Indonesia secara global. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus memperluas pasar sampai keluar negeri.


9. Wadezig


Berdiri sejak 2003, Wadezig! tumbuh semakin besar dan menjadi salah satu local brand yang masih bertahan hingga saat ini tanpa merubah konsep yang sejak awal mereka usung.

Konsep yang menjadi karakter Wadezig! itu apa sih?
Wadezig! itu adalah cowo artsy yang kritis tapi pinter. kadang bandel, urakan, keras kepala, tapi selalu seru untuk diajak ngobrol tentang apa saja, karena dia selalu memiliki opini-opini alternatif yang terkadang sangat personal atau subjektif tentang banyak hal yang menarik perhatiannya. Dengan kepintarannya dan dorongan bermainnya yang sangat tinggi membuat Wadezig! selalu menjadi teman yang enak untuk sekedar diajak bercanda atau ngobrol santai, maupun untuk menjadi lawan berdebat dalam diskusi yang serius. Wadezig! adalah teman yang seru dan menyenangkan.


10. The Executive

  
  Didirikan oleh Johanes Farial dengan nama PT. Delami Garment Industries pada tahun 1979 dan produk pertamanya adalah men's trousers dengan label WOOD n John Far. The executive lahir justru pada tahun 1984 dengan label Executive 99 n masih memproduksi men's trousers. Tahun 1987 mulai mengincar pasar dunia, amerika, eropa dan jepang. Brand lokal lainnya yang diproduksi oleh pabrik ini adalah Jockey, Et Cetera, Wrangler, Colorbox, Choya, Tira Jeans, Lee, Billabong.  Mari kita budayakan mulai sekarang untuk cinta produk-produk asli dalam Negeri Indonesia sendiri Sobat....!! :)  

5 Responses so far.

  1. QIDVO says:

    Terus maju produk lokal di pasar manca negara, mantap

  2. Anonim says:

    Nice info gan,

    New international streetwear : jail body inside

    wwwjailbodyinside.co.id

    thanks

  3. Unknown says:

    makasih infonya, jangan lupa kunjungi web kami http://bit.ly/2xRreQj

  4. jail Body inside udeh bangkrut ya? toko tokonya banyak yang sudah tutup semua, online nya juga ga ada respon

  5. Unknown says:

    Masih bos cek aja websitenya, / di bukalapak yg pelapaknya JAILBODYINSIDE,

Welcome to My Blog

TRANSLATE

Popular Post

Vicky Aldi. Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Vicky Alpa -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -